Dengan perkembangan teknologi yang makin pesat, arus informasi pun mengalir dengan cepat. Entah kabar yang sudah pasti benar, kabar burung, bahkan kabar bohong atau yang sering disebut hoax pun menyebar secepat kilat. Terutama mengenai hoax, fenomenanya sekarang bak banjir bandang yang sulit untuk dibendung. Ada saja pihak-pihak yang memanfaatkan setiap kesempatan dan memelintirnya menjadi hal negatif. Perlu sinergitas semua pihak untuk memeranginya. Dan yang paling diperlukan sekali adalah filter kuat dari penerima informasi itu sendiri agar informasi hoax tersebut tidak tersebar menjadi informasi yang merugikan banyak pihak.
Karakter penerima informasi akan terlihat dari respon yang diberikan terhadap informasi tersebut. Jika ditilik dari dunia digital, ada beberapa tipe respon masyarakat dalam menerima informasi. Ada yang membaca judul berita saja sudah menganggap membaca isinya dan langsung menyebarkannya. Ada yang fanatik terhadap sumber tertentu yang bahkan belum tentu merupakan sumber resmi, benar atau tidaknya isi berita semasih berasal dari sumber tersebut akan dipercayai dan disebarkan. Ada pula tipe yang bersedia menelaah informasi dari berita, menyebarkannya jika memang bermanfaat bagi sesama. Tipe yang terakhir inilah yang menjadi harapan semua lini dalam memerangi hoax.
Seperti yang diungkap sebelumnya, filter utama dalam memerangi hoax adalah diri kita sendiri sebagai penerima informasi. Karakter kita yang kurang tepat sebagai penerima informasi harus direvolusi. Karakter muncul dari kebiasaan, jadi kebiasaan-kebiasaan kita yang masih belum tepatlah yang harus diubah. Revolusi karakter ini bisa dimulai dari revolusi jempol, dalam artian bijaklah menggunakan jempol dalam menerima dan menyebarkan informasi yang kita terima atau baca. Bacalah informasi dengan mendetail, jangan hanya membaca judulnya saja. Bandingkan informasi yang kita terima dari satu sumber dengan berbagai sumber lainnya. Dan sebarkan jika memang sekiranya bermanfaat atau bermakna membuka wawasan dan bukan bersifat provokatif negatif. Jika memang sudah terlihat jelas ketidakbenaran suatu berita, bukankah sangat mubazir kita sebarkan. Malah bisa menjadi sumber kekacauan.
Revolusi jempol hanya bisa dimulai dari diri kita sendiri melalui kesadaran kita sendiri. Revolusi jempol dapat dimulai dari tindakan sederhana yaitu kesediaan untuk membaca informasi dengan lengkap dan teliti. Semua pihak tidak terkecuali, baik orang dewasa, anak-anak, terutama kaum remaja, jika menerima informasi harus rela membaca informasi yang diterima dengan lengkap dan teliti dan melakukan perbandingan dengan sumber lain sebelum mengambil keputusan akan informasi tersebut dengan bijak. Darurat kesediaan membaca sebagai langkah awal revolusi jempol menuju revolusi karakter wajib menjadi perhatian pemerintah. Program literasi di tingkat sekolah yang menyasar pelajar perlu ditingkatkan dan dilanjutkan sebagai bentuk penanggulangan rendahnya minat baca di masyarakat.
Saat kita bersedia terbiasa membaca, maka otak akan terlatih untuk bisa memilah informasi dengan tepat dan bersinergi dengan jempol untuk bisa menyebar informasi yang tepat pula. Dari kesediaan diri untuk membaca inilah, revolusi jempol akan tercapai dan tidak dipungkiri revolusi karakter akan tercapai. Dan saat hoax terperangi, Indonesia tidak akan pernah terpecah oleh hal sepele.
Ika Desi Budiarti
Artikel diterbitkan di harian DENPOST pada hari Selasa, 11 April 2017 halaman 5
Sumber Gambar: http://www.lakako.com/post/BORb3tXjl_1
Tinggalkan Balasan