
Tumbuh kembang anak, baik secara fisik ataupun mental, tidak bisa disamakan antara anak satu dengan anak lainnya. Seperti yang saya alami bersama Una dan Ade. Una cepat dalam berbicara tapi lambat dalam berjalan, sedangkan Ade lambat berbicara tapi setahun udah bisa lari. Saya sempat terlena dengan tumbuh kembang Una dan menerapkannya ke Ade. Dengan berpikir santai bahwa Ade pada saatnya akan berbicara seperti Una yang pada saatnya dulu bisa berjalan juga. Saya melupakan bahwa kemampuan berbicara didukung oleh banyak faktor-faktor eksternal lainnya, bukan sekedar faktor fisik, kemauan, dan latihan rutin saja.
Faktor eksternal yang tidak kita sadari mempengaruhi kemampuan berbicara anak adalah: gadget, televisi, dan interaksi dengan orang tua. Banyak yang beranggapan dengan gadget, anak menjadi lebih anteng, anak bisa belajar banyak dari aplikasi-aplikasi belajar pada smartphone. Begitupula televisi, dengan bisa memilih chanel-chanel edukasi banyak orangtua beranggapan bahwa itu baik. Ya memang lebih baik daripada membebaskan anak menonton sembarang chanel, tetapi belum tentu lebih baik daripada tidak menonton televisi untuk anak yang sedang memulai belajar berbicara. Dan yang terpenting adalah interaksi dengan orang tua. Saya akui, tahun 2016 ini adalah tahun terpadat saya. Saya sering kehilangan beberapa milestone penting dari Ade. Interaksi saya dalam kegiatan belajar berbicara Ade bisa dikatakan tidak seoptimal saat bersama Una dulu.
Dalam satu sesi konsultasi dengan DSA-nya Ade, saya mendapat satu konsep tumbuh kembang anak, bahwa mereka belajar berbicara tidak hanya dari mendengar, tapi dari melihat gerakan mulut kita. Ade itu anak yang tanggap, dia mendengar dengan jelas, saat saya minta dia mengambil sesuatu, refleknya bagus, tetapi dia malas untuk mengucapkan sesuatu. Saat saya membuka gadget sekalipun itu aplikasi untuk belajarnya Una atau menonton televisi bersama, Ade mendengar apa yang diucapkan, tapi tidak melihat ucapan itu. Itulah salah satu penyebab Ade malas berbicara. Ade bisa berbicara, bisa mengucapakan “maem”, “mamak”, “bapak” dengan jelas, tapi jarang mau diucapkan.
Untuk memperbaiki itu, selagi belum terlambat saya untuk memulai belajar lagi bersama Ade, setiap berbicara dengan Ade, saya mengucapkannya di depan Ade. Una dan pengempu yang lain pun saya edukasikan agar seperti itu bersama Ade. TV dimatikan dan gadget disembunyikan, walopun masih ada penolakan dari Una (komprominya Una menonton di kamar Kakek). Selain itu, saya menyiapkan waktu khusus 15 menit di malam hari dan di pagi hari untuk bermain flascard seperti gambar, dengan saya mengucapkan benda pada flascard dan Ade meniru, walopun lafalnya Ade masih kacau, tapi dia berusaha meniru apa yang saya ucapkan. Semoga teknik ini bisa merangsang niat Ade untuk berbicara.
Jadi, bagi para Ibu yang memiliki baby yang sedang belajar berbicara, berbicaralah di depan baby kita. Karena mereka perlu melihat ucapan kita, bukan sekedar mendengar ucapan kita. Taruh gadget dan matikan televisi. Biarkan anak menggunakan diri kita sebagai alat bermainnya.
Semoga Bermanfaat
Tinggalkan Balasan